Alih teknologi sebenarnya tak lain dan tak
bukan adalah transaksi ekonomi untuk kepentingan dagang.
Ini terlihat dari jenis-jenis dan cara-cara alih
teknologi. Korporasi transnasional menjadi aktor kunci dalam proses ini.
Anthony I. Akubue “Technology Transfer: A Third World Perspective”
menjelaskan jenis-jenis alih teknologi yang sering terjadi, antara lain:
Foreign Direct Investment,
yaitu investasi jangka panjang yang ditanamkan oleh perusahaan asing. Investor
memegang kendali atas pengelolaan aset dan produksi. Untuk menarik minat
investor asing, Negara Dunia Ketiga menjalankan berbagai kebijakan seperti
liberalisasi, privatisasi, menjaga stabilitas politik, dan meminimalkan campur
tangan pemerintah. Padahal, kepemilikan asing atas modal sama saja dengan
membentangkan jalan lebar menuju keuntungan dan pelayanan bagi korporasi
transnasional. Mereka mengeksploitasi banyak keuntungan dengan resiko yang
ditanggung oleh Negara Dunia Ketiga. Bayangan mengenai terjadinya alih
teknologi dan pengembangan teknologi pribumi dirasakan sebagai impian yang
terlalu muluk.
Contoh klasik FDI semacam ini misalnya adalah
perusahaan-perusahaan pertambangan Kanada yang membuka tambang di Indonesia
atau perusahaan minyak sawit Malaysia yang mengambil alih perkebunan-perkebunan
sawit di Indonesia. Cargill, Exxon, BP, Heidelberg Cement, Newmont, Rio Tinto
dan Freeport McMoRan, dan INCO semuanya memiliki investasi langsung di
Indonesia.
Joint Ventures,
yaitu kerjasama (partnership) antara
perusahaan yang berasal dari negara yang berbeda dengan tujuan mendapat
keuntungan. Dalam model seperti ini, kepemilikan diperhitungkan berdasarkan
saham yang dimiliki. Jenis alih teknologi ini menjadi menarik sebab
perusahaan-perusahaan asing dapat menghindari terjadinya nasionalisasi atas
perusahaan. Perlu diketahui bahwa dalam model FDI (Foreign
Direct Investment) resiko terjadinya nasionalisasi
secara tiba-tiba adalah cukup tinggi. Selain itu investor asing juga merasa
riskan bila harus melakukan joint
ventures dengan perusahaan nasional Negara
Dunia Ketiga.
Contoh Joint Venture
yang dilakukan yaitu oleh perusahaan perikanan China dan Indonesia. Perusahaan
perikanan China mulai merealisasikan kerja sama membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan Indonesia untuk
mendapatkan izin penangkapan ikan di perairan Indonesia. Pekan ini, tim dari
China akan datang untuk memantapkan pasal demi pasal mengenai joint venture
yang akan dibentuk, dengan target menandatangani nota kesepahaman pada November
tahun 2008.
Licensing Agreements,
yaitu izin dari sebuah perusahaan kepada perusahaan-perusahaan lain untuk
menggunakan nama dagangnya (brand
name), merek, teknologi, paten, hak cipta, atau
keahlian-keahlian lainnya. Pemegang lisensi harus beroperasi di bawah kondisi
dan ketentuan tertentu, termasuk dalam hal pembayaran upah dan royalti. Biasanya
cara ini digunakan oleh perusahaan asing dengan mitra Negara Dunia Ketiga. Cara
ini adalah yang paling memungkinkan terjadinya alih pembayaran atau
larinya modal dari Negara Dunia Ketiga kepada perusahaan-perusahaan asing.
Contoh
dari licensing agreements adalah
pembelian lisensi oleh perusahaan Yakult Indoneia untuk memproduksi atau
membuat produk Yakult yang sama persis dengan produk Yakult yang ada di
perusahaan Yakult Honsa Jepang. Lisensi tersebut diberikan oleh perusahaan
Yakult Honsa Jepang kepada perusahaan Yakult Indonesia dengan syarat perusahaan
Yakult Indonesia harus mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh Perusahaan
Yakult Honsa Jepang. Jika syarat tersebut dilanggar, maka lisensi yang telah
diberikan dicabut.
Turnkey
Projects,
yaitu membangun infrastruktur dan konstruksi yang diperlukan perusahaan asing
untuk menyelenggarakan proses produksi di Negara Dunia Ketiga. Bila segala
fasilitas telah siap dioperasikan, perusahaan asing menyerahkan ‘kunci’ kepada
perusahaan domestik atau organisasi lainnya. Perusahaan asing juga
menyelenggarakan pelatihan pekerja dalam negeri agar suatu saat dapat mengambil
alih segenap proses produksi yang dibutuhkan. Kecil kemungkinan terjadi alih
teknologi sebab perusahaan domestik hanya bisa mengoperasikan tanpa mengerti
kepentingan pengembangan teknologi tersebut. Perusahaan domestik juga tidak
bisa membangunnya, sehingga peran mereka sekadar menjadi budak suruhan. Mengingat watak dasar perusahaan (termasuk
korporasi transnasional) yang mengutamakan pencarian laba sebagai motif
kepentingannya, cita-cita pembebasan kemanusiaan melalui teknologi menjadi
kepentingan nomor sekian
Contoh: Pembangunan pipa gas dari Perusahaan Gas Negara di
Sumatera Selatan atau sering disebut SSWJ I (South Sumatera West Java Stage I).
Pembangunan pipa gas SSWJ I ini menggunakan kontraktor Jepang dengan skema turn
key project. Proyek ini mendapat dukungan finansial secara penuh dari Japan
Bank for International Cooperation sehingga sangat memudahkan kontraktor.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar